The Power of FORHATI

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul The Power of FORHATI, https://aceh.tribunnews.com/2022/11/21/the-power-of-forhati?page=all#goog_rewarded.

Oleh: Sri Novakandi

Sekilas FORHATI

FORHATI (Forum Alumni HMI Wati) adalah organisasi alumni HMI wati yang berada di dalam KAHMI (Korp Alumni HMI), didirikan 22 Desember 1998 di Jakarta.

Tujuan berdirinya sebagai wadah bagi anggota untuk memaksimalkan pengalaman keilmuan, wawasan, potensi, dan profesi yang dimiliki dalam rangka ketaqwaan kepada Allah swt.

Sejalan dengan tujuan tersebut, maka menjelang usia ke-24 tahun, FORHATI utamanya harus menjadi rumah besar bagi alumni-alumni HMI wati, di daerah maupun nasional.

FORHATI menjadi wadah berkiprah alumni HMI wati dengan bebagai lini profesi kehidupan.

Oleh karena itu sebagai sebuah organisasi tempat berkumpul para professional, maka roda organisasi FORHATI harus digerakkan secara profesional dengan sebuah team work yang terkoordinasi dengan baik.

Kira-kira mirip tagline sebuah produk handphone yang pernah jaya pada masanya, connecting people.

Maknanya, begitupun layaknya roda organisasi akan bergerak dengan baik jika semuanya terkoneksi dengan baik.

FORHATI harus senantiasa peka dengan situasi yang terjadi di sekelilingnya, terutama persoalan-persoalan perempuan dan anak yang muaranya adalah keluarga.

Bagaimana menyederhanakan suatu persoalan yang timbul, menganalisisi dan memberi solusi yang konkret.

Sehingga FORHATI akan tampil terdepan untuk memperjuangkan harkat martabat perempuan dan anak, mulai dari mengawal hukum yang menjadi aturan-aturan terkait dan melahirkan konsep-konsep yang diperlukan.

Hingga memberi solusi pada tataran pelaksanaan pembinaan, pembelaan, dan peningkatan kemampuan.

Pada lini-lini utama, FORHATI harus mengambil peran terdepan, sebagai penggerak dan pelopor sektor informal, terkait pemberdayaan perempuan

Ini adalah menjadi fokus utama bagi kerjanya FORHATI.

Data sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan, secara gender jumlah perempuan Indonesia adalah 49,42 persen hanya kurang kecil sekali, tidak sampai 1 % dari jumlah laki-laki.

Penjabaran dari data itu turunannya menunjukkan, dari sektor pendidikan kenyataannya tingkat perempuan lebih rendah pendidikannya dari laki – laki.

Hal ini langsung terkait dengan kualitas sumber daya perempuan.

Secara kualitas sumber daya manusianya, perempuan masih lebih rendah dari laki-laki.

Cerminan itu terlihat pada keterwakilan perempuan dalam semua sektor juga masih kurang, meski mulai bertumbuh dari waktu ke waktu, tetapi ini belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Pada sektor-sektor formal tidak dipungkiri saat ini mulai banyak perempuan berkiprah, terutama di lima hingga sepuluh tahun terakhir.

Tetapi banyak perempuan pada sektor ini masih terbelenggu dengan tangan tangan para promotor, disana sarat dengan kepentingan-kepentingan

Sehingga miskin visi misi pemimpin perempuan yang berakhlakul karimah.

Hendaknya, kondisi ini harus ikut diperjuangkan dan ini menjadi cita-cita FORHATI.

Standar utama dalam pergerakan FORHATI jelas berlandaskan Alquran dan hadis, sehingga jika ada tarikan di luar dari koridor tersebut, FORHATI akan meluruskannya dan wajib kembali kepada landasan utama.

Bagi FORHATI, penguatan pertama dalam gerakannya adalah menguatkan “ketahanan keluarga”.

Keluarga adalah miniatur dunia. Jika keluarga kuat, maka duniapun akan kuat karena itulah topangannya dunia “keluarga”.

Dalam era globalisasi saat ini, peran perempuan/ibu sungguh sangat penting.

Tugasnya sangat berat, yaitu menjadi pengawal kemajuan teknologi terutama terhadap keluarga masing-masing, anak-anaknya, karena di sinilah komunitas awal manusia dimulai.

Seiring dengan berbagai kemajuan teknologi khususnya, ikut mengubah perilaku manusia yang mengarah pada lingkungan budaya yang semakin hedonis.

Budaya hedonis, menggiring pula perilaku manusia menjadi individualis, abai terhadap sesama.

Bahkan menyebabkan nilai-nilai kemanusian semakin tidak terperdulikan.

Dunia saat ini semakin sempit, seluruh informasi dalam hitungan detik akan bisa diakses seketika saat itu juga, tidak ada lagi batas geografis, budaya dan agama bahkan.

Tidak dapat dipungkiri, kemajuan selalu membawa akses baik dan buruk.

Keduanya juga mengalir sama derasnya, tidak lagi mengenal ruang dan waktu.

Akibat yang langsung terjadi adalah serangan terhadap perilaku manusia tanpa terasa juga langsung mengubah sikap manusia secara individu.

Contohnya, jangan heran jika ada seorang yang genius misalnya akan berperilaku tidak percaya lagi kepada agamanya, tidak percaya adanya Tuhan, nilai-nilai kehidupan dan budaya yang dianutnya.

Mereka yang terdidik, bahkan saat ini tidak memiliki kesantunan akhlak, moral, dan budi pekerti.

Tempat yang dihormati sebagai pencetak manusia-manusia terdidik dengan akhlak dan perilaku moral yang baik itu justru memproduksi manusia dengan perilaku sebaliknya.

Peguruan tinggi tempat yang melahirkan orang dengan pendidikan paling tinggi hinga profesor, justru rektor bergelar profesor menjadi koruptor di sana.

Ini adalah era dunia terbalik.

Lembaga kepolisian sebagai lembaga penegak hukum sebaliknya juga menjadi lembaga yang memproduksi kejahatan itu sendiri.

Begitu pula berbagai lembaga lainnya sudah tidak menjadi rahasia lagi, fungsi yang seharusnyanya dijalan tapi berbalik menjadi fungsi yang tidak dijalankan, kalaupun dijalankan itu porsinya kecil dan semakin mengecil.

Bermula, evorianya manusia ingin bebas, tidak mau diatur karena memang semua bisa mudah mengakses apapun yang diinginkannya dan sangat mudah diperoleh.

Anak-anak mulai kehilangan arah, fahamnya adalah “kebebasan berfikir” itulah prinsipnya.

Mereka mau apa saja yang bisa memberikan kesenangan dan kenikmatan kepada mereka.

Kebebasan itu, melepas semua sekat belenggu yang membatasi kenikmatan duniawi yang ingin direguk.

Sebaliknya bagi kaum agamamawan inilah nafsu yang bisa merusak tatanan dunia.

Ketika kebebasan itu semakin tidak terbendung, disadari atau tidak, berbagai dampak buruk pun akan menyertai.

Sebagai contoh, manusia ingin memiliki lebih banyak nikmat materi, karena dengan materi mereka bisa berbuat apa saja untuk mencapai wujud kesenangannya.

Mulailah timbul akses ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat.

Ingin cepat kaya, karena dengan kekayaan kesenangan itu akan terus menimbun kenikmatan.

Di balik itu selalu ada celah untuk memperolehnya dengan mudah, karena aturan-aturan yang ada masih lemah, akibatnya korupsi menjadi wabah.

Di balik itu, tatanan masyarakat pun ikut melemah dan rapuh, sehingga orang melihat korupsi sebagai sesuatu yang biasa saja, bahkan ikut menikmati.

Nilai-nilai bergeser, penghargaan terhadap seseorang juga berubah.

Seseorang yang memiliki kekayaan akan lebih dihargai, dihormati dibanding seseorang yang tetap di jalur yang benar dengan kekayaan pas-pasan sekalipun dengan ilmu dan keahlian yang tinggi.

Lalu akankah keadaan ini akan terus menerus menjadi sebuah kenikmatan yang membuat ummat manusia merasa lebih baik?

Notabenenya ini adalah keserakahan, kenikmatan yang kerontang, sesaat dan nista.

Inilah akar masalah terbesar atas kerusakan dunia sesungguhya.

Saat ini negara menuju krisis dunia.

Bahkan di belahan dunia lain, krisis itu sudah lama terjadi.

Muatan utama adalah krisis ekonomi, ketika pandemi melanda dunia.

Semua manusia dibuat tidak berdaya, semua ilmu kehilangan akalnya.

Dua tahun pandemi, dunia, manusia beserta isinya tersekat, terbelenggu, dan mati dengan semua keahlian yang dimilikinya.

Sampai disitupun manusia masih belum memiliki kesadaran penuh bahwa ada kekuasaan lain di balik itu, itulah kuasa Allah.

Fungsi Ibu

Di tengah goncangan dunia sedemikian, di sinilah fungsi dan peran ibu diharapkan menjadi solusi penjaga moral bangsa, dimulai dari keluarga.

Pengejawantahan dari sebuah keluarga akan berdampak mengubah dunia, sungguh sangatlah besar peran ibu.

Itulah makna pergerakan dasar FORHATI sesungguhnya, mengembalikan fungsi peran ibu membina keluarganya, menjaga ketahanan keluarga.

Kekuatan ibu, ibarat plasma nutfah, untuk dunia.

Jika seorang ibu baik, tahu fungsi dan perannya, lalu melaksanakan, mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang akhlakul karimah, maka itulah warna peradaban dunia yang dikendaki manusia.

Satu ibu, seribu ibu, berjuta-juta ibu, bermiliar ibu yang menjalankan fungsi dan tugas dengan benar akan melahirkan bermiliar manusia dengan akhlak yang mulia.

Manusia yang tahu fungsi dan tugasnya di dunia ini.

Diharapkan akan melahirkan pemimpin yang membawa perubahan baru bagi dunia dengan peradaban yang berketuhanan, berperikemanusiaan dan berkeadilan.